8 Culture Shock Ketika Di Eropa



Sebagai seorang manusia biasa, saya tidak lepas dari yang namanya sebuah kebiasaan. Kebiasaan sendiri memiliki arti segala sesuatu yang dilakukan secara terus menerus atau dalam sebagian besar waktu dengan cara yang sama dengan rentan waktu yang lama dalam waktu berdekatan.

Sebagai contoh sebuah kebiasan yang biasa saya lakukan jika hidup di Indonesia, sehabis buang air besar ya umumnya akan menggunakan air untuk membersihkan diri dari hadas besar tidak menggunakan tisu apalagi daun yang baru dipetik (jika kondisinya kepepet seperti sedang naik gunung). 

Beberapa bulan lalu setelah trip keliling Eropa (padahal baru 5 negara aja) ada beberapa hal yang membekas atau masih teringat sampai detik ini sekembalinya dari sana. Terutama tentang 'Culture Shock' beberapa hal yang menyangkut kebiasaan yang membuat hari-hari saya disana agak sedikit hambar 'bagai sayur tanpa garam'.

Berikut beberapa 'Culture Shock' yang bisa kamu antisipasi ketika kamu hendak pergi jalan-jalan khususnya ke Eropa.

1. Tissue Only No Water
Sebagai orang yang hidup dan bebas buang air besar/kecil di Indonesia (pada tempatnya) masalah klasik yang akan kamu hadapi ketika sudah selesai buang hajat adalah cara membersihkannya. Entah kamu yang terbiasa menggunakan tisue, air atau pasir sekalipun, tapi bagi saya yang terbiasa menggunakan air akan sangat risih jika hanya menggunakan kertas tisue, ada sedikit perasaan mengganjal di hati, entah karena kurang bersih atau takut masih ada yang tertinggal jika hanya menggunakan tisue (tidak usah dibayangkan apa yang tertinggal). 

Di Eropa hampir disetiap negara Eropa di toiletnya hanya disediakan kertas tisue tanpa ada flash/shower air. So, cara yang baik untuk antisipasi jika kamu agak sedikit keberatan jika hanya menggunakan tisue adalah dengan membawa botol bekas air mineral yang sudah diberi lubang kecil pada tutupnya. Kecil tapi berguna besar sebagai item darurat untuk membersihkan hadas besar dan kecil khususnya bagi kamu backpacker syariah seperti saya. 

2. Listrik Mahal
Dalam arti kata disini bukan harga bayar listrik di Eropa mahal, tapi bagaimana warga negara disana khususnya di Belanda (karena hanya di Belanda hampir setiap toilet atau kamar mandi menggunakan sensor gerakan). 

Saya sepertinya banyak belajar dari negara yang luasnya tidak lebih dari provinsi Jawa Timur ini, di tengah himpitan warganya akan kebutuhan sumber daya alam yang tidak seberapa. Belanda sepertinya menerapkan sesuatu yang patut di contoh atau diterapkan di Indonesia. 

Untuk menghemat listrik hampir diseluruh toilet yang ada di Belanda, mulai dari bandara, hostel sampai masjid pun sudah terinstalasi 'movement censor' atau sensor gerakan, sensor ini akan bekerja jika tidak mendeteksi adanya gerakan manusia didalam sebuah toilet atau kamar mandi, sehingga akan otomatis mematikan lampu jika memang sudah tidak digunakan. 



3. Panas Tapi Dingin
Eropa memiliki empat musim, jadi buat kamu yang mau jalan-jalan ke Eropa tidak ada salahnya melihat ramalan cuaca sebelum kamu pergi. Sebagai antisipasi kalau kamu tidak salah kostum atau salah membawa pakaian ketika berada disana. 

Umumnya musim yang paling cocok untuk jalan-jalan di Eropa adalah musim panas, dimana merupakan musim kesukaan orang sana. Dimana bule-bule pada keluar rumah buat menghabiskan waktu liburan musim panas dan merupakan peak season, dimana hampir seluruh kota di Eropa akan ramai dan disesaki turis. 

Yang membuat saya sedikit terkejut ketika berkunjung bulai Mei kemarin dimana seharusnya musim semi dibarengi dengan angin dingin sepanjang hari. Yang membuat saya yang biasa tinggal di negara kaya akan sinar matahari dan panasnya, sampai drop karena flu dan demam. Di barengi dengan kulit kering dan bibir pecah-pecah, antisipasi dengan menggunakan lips balm dan handbody untuk mencegah kulit dan bibir pecah-pecah.

4. Makanan Porsi Besar
Gak heran jika postur atau berat badan orang bule itu  besar-besar, kamu tau kenapa? Mungkin salah satu faktor yang membuat badan mereka besar adalah porsi makan mereka yang luar biasa banyak. Coba kamu beli makanan di rumah makan pinggir jalan, jangan kaget jika mereka memberikan kamu makanan yang jika di Indonesia porsi untuk dua orang tapi jika di sana akan disajikan untuk satu orang.

Ada keuntungan tersendiri buat saya, porsi besar tersebut dapat dijadikan sebagai menu makan malam jika memang kondisinya tidak sanggup menghabiskan. Cukup bilang ke pelayan restoran untuk bungkus sisanya, meski agak malu sih ngomongnya. Tapi mau gimana lagi dari pada makanan yang masih banyak dibuang, jadi lumayan bisa menghemat budget makan setiap harinya.

"Makanan Eropa"
Porsi makanan di Eropa
5. 'Pusing'nya Naik Transportasi Umum
Buat kamu yang terbiasa dengan naik angkutan umum di Indonesia, mungkin akan sangat gampang sekali untuk naik angkutan umum. Tinggal melambaikan tangan ketika kamu melihat angkutan umum yang hendak kamu naiki, tidak lama supir angkot akan menghentikan kendaraannya.

Tapi jika kamu di Eropa, hal pertama yang mungkin akan kamu rasakan adalah 'pusing' dalam artian kamu akan bingung ketika melihat peta jalur bus ataupun kereta disana. Mungkin karena di Indonesia tidak banyak peta jalur transportasi (seperti komuter line Jabodetabek) akan membuat kamu sedikit manarik nafas ketika melihat untuk pertama kalinya jalur penuh warna dan tulisan yang kecil membuat mata kamu harus terbuka lebar. 

Akan pusing di awal untuk naik transportasi umum di Eropa tapi dua atau tiga kali kamu menggunakan transportasi umum disana kamu akan terbiasa dengan berbagai jalur dan warna yang membuat kamu sedikit pusing di awal.

"Trem Belanda"
Trem, salah satu transportasi umum di Amsterdam - Belanda

6. Air Mahal
Gak afdol kalau saya sudah jalan seharian dan gak minum apapun, karena saya bukan Onta kan. Jadi cara terbaik adalah cari penjual air minuman botolan di mini market atau di vending mesin yang bertebaran khususnya di stasiun bawah tanah. Tapi apa daya yang membuat saya agar sayang buat ngeluarin koin euro demi sebotol air karena lihat harganya yang enggak banget.

Air minum disini adalah minuman seperti air mineral botolan yang banyak dijual layaknya di Indonesia. Di Eropa sendiri harga air mineral 600ml yang biasa jika kamu temukan di Indonesia sangat lah murah tidak sampai 5ribu rupiah, tapi jangan heran jika harga minuman disana bisa mencapai 5 kali lipatnya. 

Buat menghemat pengeluaran selama jalan-jalan bisa bawa botol kosong yang dapat kamu isi langsung menggunakan air keran, karena air keran disana sudah bisa langsung diminum.

Harga Cola botol kecil 2.7 Euro setara dengan 42ribu rupiah, amazing banget kan?

7. Obey The Rule
Nah ini yang paling buat salut sama bule-bule disana. Mereka itu sangat-sangat patuh dengan peraturan yang udah dibuat. Mungkin beda kali ya dengan slogan di negara kita yang sudah tersebar ke seluruh tanah air kalau peraturan itu dibuat untuk dilanggar. Sepertinya mereka sangat sadar kenapa ada peraturan A, B hingga Z, karena setiap peraturan yang sudah dibuat pasti punya tujuan dan hakekat yang jelas demi kemaselahatan masyarakat.

Contoh kecil saat saya sarapan pagi di sebuah hostel di Amsterdam, ada tamu orang bule yang ditegur oleh penjaga kantin orang bule juga, ditegur karena masalah sepele sebenarnya pikir saya. Penjaga kantin orang Belanda yang rambut aja enggan tumbuh di kepalanya, sampai-sampai kepalanya tuh bersinar akibat pantulan matahari pagi. 

Penjaga kantin negur ke bule yang lain karena si bule ini mau makan roti tapi ngambil rotinya gak pakai penjapit roti yang sudah disediakan. Entah karena si bule botak ini tau jika ambil pakai tangan akan mengotori roti-roti yang lain (mungkin si botak ini mikirnya kalau sembarang orang ambil roti pakai tangan, tanganya kotor atau habis buang air dll akan kontaminasi roti-roti yang lain) dengan kerasnya si botak marah dan nyuruh ambil roti pakai pencapit. 

Contoh lain pada saat berkendara di jalan raya, yang namanya lampu merah sudah berwarna merah mereka gak bakal nyelonong atau nerobos meskipun di depan mereka gak ada mobil lain lalu lalang, mereka dengan senang hatinya nunggu sampai itu lampu berbah menjadi warnah hijau, salut lagi. 

8. Sepeda Harga Mati
Beda banget dengan Jakarta tercinta apalagi Bekasi tercinta, contoh kecil di kota Amsterdam adalah 8 dari 10 orang itu pasti pakai sepeda sebagai sarana transportasi harian mereka. Mau ke kantor, ke stasiun semua orang gak bosen-bosennya menggunakan sepeda. Sepeda yang pakai pun bukan sepeda mahal layaknya di Indonesia. Sepeda yang mereka pakai itu sepeda kumbang dengan ban super kecil dan kerajang di depan. 

Banyak dijumpai sepeda-sepeda yang diparkir dipinggir jalan raya dengan terikat rantai, konon harga sepeda di kota ini lebih mahal dari harga sepeda motor. 


Bike to work harga mati kalau di Belanda :)

4 comments:

  1. wah, ceritanya bagus sekali mas, kapan ya saya bisa kesana.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ayo nabung biar bisa cepet kesana 😀

      Delete