Jalan Jalan Malam di Seam Reap

Menginjakan kaki di negeri Khmer Kamboja, pesawat  mendarat di Bandara Seam Reap setelah menghabiskan waktu selama dua jam perjalanan dari Kuala Lumpur (KLIA). Tidak begitu banyak kesibukan di bandara ini dengan hanya beberapa pesawat bisa dihitung dengan jari dan jumlah penerbangan yang sepertinya tidak setiap hari ada ke kota ini. Seperti biasa sebelum meninggalkan bandara saya harus mengisi form kedatangan dan pemeriksaan paspor, mengetahui saya datang dari Indonesia dengan ramah petugas imigrasi menyambut kedatangan saya. 


Pusat Belanja Seni di Seam Reap

Letak bandara sekitar 5 kilo meter dari pusat kota Seam Reap, untuk pergi ke kota dapat ditempuh menggunakan taxi, tuk-tuk ataupun ojek motor. Karena saya pergi seorang diri dan untuk menghemat biaya pilihan saya jatuh pada ojek motor dengan biaya $2 diantar hingga depan tempat menginap yang sudah saya pesan sebelumnya. Disepanjang perjalanan dari bandara menuju pusat kota jalanan begitu sepi, saya tidak melihat adanya bus atau angkutan umum hanya beberapa motor lalu lalang dengan pinggir jalan masih banyak terdapat sawah hijau menghampar. Ketika mendekati pusat kota baru terlihat keramaian lalu lalang kendaraan seperti bus lintas negara ke Vietnam dan Thailand. 

Tukang ojek di kota ini lumayan fasih berbahasa Inggris banyak menceritakan objek wisata yang berada di Seam Reap seperti Angkor Wat yang memang menjadi tujuan utama saya datang ke kota ini. Tidak hanya tukang ojek yang pintar menguasai bahasa asing, ketika berada di Angkor Wat banyak anak muda disini bekerja sebagai pemandu wisata yang lancar dengan bahasa asing seperti Jepang, Tiongkok maupun beberapa bahasa Eropa tanpa memegang kamus mereka sibuk menjelaskan mengenai sejarah kota ini dan khususnya bangunan paling bersejarah di Kamboja yaitu Angkor Wat.

Perjalanan memakan waktu tidak sampai 30 menit untuk mencapai tempat penginapan. Seperti biasa tempat penginapan yang saya pilih adalah hostel dengan kamar dormitory, terdapat 12 ranjang dalam satu kamar. Dengan harga sewa sekitar 70 ribu rupiah per malam dengan kamar mandi bersih dan tempat tidur juga bersih tidak menjadi masalah bagi saya yang sudah terbiasa tidur di bandara. Tidur dalam satu kamar dengan banyak orang dari negara berbeda menjadi sebuah nilai tambah selain dapat menambah teman dan membuka wawasan baru ketika kita saling bercerita. 

Kali ini saya berkenalan dengan bapak paruh baya yang saat itu sedang sibuk dengan laptopnya. Kedatangan dia ke Kamboja dalam rangka tugas dinas pembangunan sebuah gedung baru di kota Seam Reap. Pria keturunan Filipina dari sang ibu dan campuran Jepang dari sang ayah ini fasih dalam 5 bahasa yang membuat saya berdecak kagum. Pekerjaan yang mengharuskan pindah dari satu negara ke negera lain atau nomaden dengan waktu yang cukup lama di setiap negara yang membuat dia menguasai banyak bahasa atau dikenal dengan istilah polyglot. 


Wisata Malam di Seam Reap

Tidak jauh dari hostel tempat menginap rupanya terdapat perkampungan muslim yang saya jumpai ketika mencari masjid. Di daerah ini banyak menjual jajanan dan makanan halal yang diolah dengan rasa khas Kamboja dan beberapa menu makanannya menggunakan bahasa melayu Malaysia seperi nama menu makanan yang paling khas adalah 'lembu naik bukit' berupa daging kerbau yang diolah seperti sop. Umumnya harga makanan yang dijual terbilang lumayan mahal berkisar $3 sampai $6 (Dolar Amerika) per porsinya namun ada beberapa rumah makan yang harganya dibawah $3.  

Kota Seam Reap layaknya kota wisata di negara lain, di pusat kota banyak di jumpai hotel, cafe, bar dan tempat hiburan yang disediakan bagi banyak wisatawan asing seperti Eropa, Jepang dan Tiongkok. Banyak pilihan kendaraan yang dapat dijadikan alternatif untuk berkeliling Seam Reap seperti tuk-tuk, sepeda, atau taxi. Beberapa tahun terakhir sewa motor telah dilarang pemerintah lokal dikarenakan ada kasus seorang turis dalam kondisi mabuk sambil mengendarai motor sehingga menimbulkan korban jiwa dan membuat pemerintah mengeluarkan aturan tidak boleh menyewakan motor ke wisatawan asing. 














No comments:

Post a Comment