Menunggu Pagi di Macau Ferry Terminal - Obrolan Dengan Seorang TKW (Part 1)

Kasino Grand Lisboa, mata saya mulai melihat jam yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam waktu Macau dan sekitarnya. Di tempat ini (KGL) para pencari adrenalin dengan cara mengadu nasib/peruntungan di atas meja judi tengah melancarkan aksinya, dengan penuh harap uang yang mereka pertaruhkan dapat kembali berlipat ganda, mungkin cara ini mereka pilih ketika dukun sakti pengganda uang gagal melakukan tugasnya, atau sudah hilang kesaktiannya seperti orang sakti di Banyuwangi yang pernah saya temui.

Sudah hampir dua jam saya berada di antara kumpulan para penjudi, mulai dari penjudi kelas cere (pemula, iseng atau coba-coba) hingga kelas kakap pun ada di tempat ini. Yang membedakan dari kedua jenis penjudi ini terlihat dari jumlah penonton yang mengelilingi meja judi mereka saat beraksi, pertaruhan antara bandar dan penjudi. Jika dipenuhi banyak penonton dengan sorak sorai ketika bandar menang atau sebaliknya itu pertanda penjudi kelas kakap sedang asyik bertaruh, dengan taruhan hingga ribuan dollar untuk sekali permainan terlihat dari banyaknya tumpukan koin beraneka warna tertata rapi di atas meja (umumnya menggunakan koin plastik dengan berbagai pecahan yang harus ditukar terlebih dahulu). 

Sedangkan penjudi pemula, sangat sepi akan penonton, hanya bandar dan sang penjudi, dengan beberapa lembar dollar pecahan kecil dipertaruhkan, mungkin sang bandar pun enggan melayaninya. 

Di depan meja judi muka-muka penuh harap jelas terlihat, ketika bandar sibuk mengocok kartu, dadu atau memutar roulette. Berharap angka yang keluar adalah angka keberuntungan yang dapat memberikan kemenangan, hingga dapat menambah pundi-pundi uang yang akan mereka bawa pulang dan mimpi menjadi miliarder atau OKB (Orang Kaya Baru) pun sudah di awang-awang. 

Atau beruntung seperti wanita berkacamata yang saya lihat begitu senang malam itu, ketika angka keberuntungan menghampirinya, dengan uang taruhan sebesar 100HKD (Rp.150rb) berhasil dilipat gandakan menjadi 10.000HKD (Rp.15jt) hanya dalam beberapa detik, mungkin berjudi adalah cara cepat mendapatkan uang haram selain korupsi, pesugihan tuyul, babi ngepet atau bahkan pura-pura menjadi pengemis jalanan.  

Melihat wanita tersebut mendapatkan uang banyak dalam hitungan beberapa detik, saya pun sedikit tergoda untuk bertaruh.

"Pasang...nggak, pasang...nggak, pasang...nggak yah?" dalam benak saya, mungkin saat itu setan sedang berbisik di telinga kiri dan malaikat berbisik di telinga kanan. 

"Udah pasang aja, feeling kamu kan biasanya kuat dan tepat" bisik rayu setan agar saya bertaruh. 

"Jangan!!!, biasanya kalau buat dosa feeling kamu suka salah" teriak malaikat agar saya tidak bertaruh. 

"Duhhh...pasang gak yah?" batin saya bertanya-tanya lagi, mungkin jika ada Mama Dedeh saya akan tanya ke beliau, saya akan tanya begini.

"Curhat dong Mah!" (ala ibu pengajian yang sedang on air di Indosiar setiap pagi)

"Iya dong" jawab ibu-ibu pengajian yang lain kompak. 

"Begini Mah pertanyaannya, kalau kita sedekah pakai uang haram (korupsi, judi dan sejenisnya) dosa gak Mah?" mungkin dengan cepat Mama Dedeh jawab pertanyaan saya dengan tanya balik seperti ini.

"Kalau kamu mandiin anak kucing pakai air comberan, bersih gak tuh anak kucing?" nah pikir sendiri.

Mungkin malaikat mengingatkan saya dengan tanya jawab seperti itu hingga akhirnya saat itu bisikan malaikat menang dan mengurungkan niat saya untuk bertaruh, malaikat di sebelah kanan saya pun senang karena saya tetap menjadi solo traveller syariah. Ditambah dengan sebuah pepatah bijak yang saya ingat "Cara terbaik menghentikan kebiasaan buruk adalah dengan tidak memulainya" dan faktor utama saya tidak jadi bertaruh karena petaka pagi tadi di Bandara Hong Kong

Lain lagi dengan wanita berkacamata yang kejatuhan durian runtuh, muka kecewa penjudi terlihat ketika harus merelakan uang taruhannya di tarik oleh bandar. Entah karena tak punya uang lagi, mereka pun menarik diri dari geliat meja judi dengan menghentikan permainan dan pergi tak membawa hasil. 

Sambil menghilangkan penat karena kalah berjudi, para penjudi yang pailit biasanya menikmati hiburan yang disuguhkan oleh pengelola Kasino Grand Lisboa. Di salah satu sudut terdapat panggung hiburan, penari-penari cantik, seksi, berkulit putih, berambut pirang dan bermata biru sudah siap menghibur penjudi yang kehabisan uang, dapat melupakan sejenak rasa kecewa karena kalah atau ditolak cewek. Menyuguhkan tarian penggoda syahwat dengan pakaian minim, hanya menutupi organ vital. Para penari dengan binal memamerkan lekuk tubuh mulus mereka, sejenak saya pun melihat mereka (cuci mata gratis masa ditolak, teringat Distrik Lampu Merah Osaka) sambil minum teh, kopi, susu dan beberapa cemilan gratis yang di tawarkan pelayan yang sedari tadi hilir mudik minta di coba hidangannya, saya pun menikmati pertunjukan setiap 15 menit itu dan serba gratis.

Perputaran uang di kasino ini berjalan dua puluh empat jam tanpa henti, siang malam, tujuh hari seminggu, kegiatan 'haram' ini terus berlangsung tanpa kenal lelah dan dosa. Jam menunjukan pukul setengah dua belas malam menandakan saya harus segera keluar menuju tempat bus antar jemput parkir, karena saya tidak tahu apakah bus yang mengantarkan saya tadi beroperasi 24 jam atau tidak. 

Dengan bus antar jemput gratis siap mengantarkan saya ke 'Macau Ferry Terminal' tempat saya menghabiskan malam sebelum bertolak kembali ke Hong Kong di hari terakhir besok. Terlebih dahulu saya mengambil tas yang dititipkan di penitipan tas sebelum meninggalkan kasino berbentuk unik yang tidak kalah unik dengan kasino sejenis.
"Grand Lisboa, Macau"
Mungkin Dewa Judi pernah singgah di kasino ini :)
"Grand Lisboa Macau, Free Shuttle Service"
Salah satu transportasi gratis yang bisa digunakan ketika berkunjung ke Macau...Free Shuttle :)
Macau Ferry Terminal pagi dini hari masih terlihat lengang, belum banyak terlihat penumpang yang hendak menyebrang ke Hong Kong, pelabuhan yang menghubungkan Macau dan Hong Kong ini memang tidak beroperasi 24 jam, tidak sama dengan rumah Pak RT 2x24 jam harap lapor. Tanpa ba bi bu saya segera mencari lokasi yang kiranya enak untuk tidur malam ini, mulai dari lantai satu hingga lantai paling atas saya telusuri demi mencari lapak berupa kursi panjang yang dapat digunakan untuk membaringkan badan. 

Lantai satu hingga lantai empat nihil, yang saya temukan hanya loket penjualan tiket, imigrasi dan beberapa toko-toko yang sudah tutup. Barulah di lantai paling atas banyak terdapat kursi panjang yang bisa saya gunakan untuk tidur, bagusnya lantai paling atas ini tidak ramai, hanya terlihat beberapa orang membawa koper yang hendak menyebrang ke Hong Kong dan beberapa orang dengan jinjingan goodybag. Saya pun segera duduk di kursi yang dekat dengan tembok dan ada colokan listrik berharap besok pagi batere HP, kamera dan tablet sudah terisi penuh karena beberapa sudah hampir habis. 

Segera saya keluarkan universal soket berlambang kepala burung garuda, soket kenang-kenangan dari teman sekamar waktu di hari pertama menginap di hostel tipe dormitory (satu kamar dengan banyak ranjang). Teman satu kamar saya seorang karyawan maskapai penerbangan BUMN 'yang mendapatkan jatah tiket tahunan, dan kebetulan dia memilih liburan ke Hong Kong, yang bikin gondok saya adalah tiket pulang pergi punya dia dari Indonesia ke Hong Kong hanya Rp.600rb lebih murah dari tiket promo pesawat yang saya dapat #pleasehireme :)

Entah kenapa soketnya tidak bisa digunakan padahal sebelumnya di bandara masih bisa dipakai, atau mungkin colokan listriknya tidak berfungsi. Berbekal soket lain yang saya pinjam dari TKP (baca:Tenaga Kerja Pilipina), cewek asal Pilipina berbadan tambun yang akan menyebrang ke Hong Kong besok pagi sama seperti saya. Ternyata soket milik dia tidak bisa juga, berarti memang colokan listriknya tak bisa digunakan, wah sayang sekali padahal mau numpang wi-fi gratis tapi batere habis.

"Mas orang Indonesia ya?" tiba-tiba seorang wanita bertanya kepada saya.

Entah karena dia mendengar saya berbica dengan orang Pilipina dengan logat sangat Indonesia sekali atau melihat tampang saya yang sangat OJB 'Orang Jawa Banget' hingga dia bertanya kepada saya.

Wanita yang sedari tadi duduk di samping tidak jauh dari saya, dengan rambut bergelombang berwana pirang, muka halus tertutup bedak dan mengenakan atasan dengan belahan dada agak sedikit terbuka dan rok hampir diatas lutut.

"Iya, Mba orang Indonesia juga?" tanya saya balik, secara saya dibuat pangling dengan dandanan wanita ini seperti bukan orang Indonesia ketika pertama kali melihat tampilannya.

Berawal dari situ saya berbincang dengan Rena, wanita berumur 28 tahun, berasal dari Semarang dan sudah tujuh tahun menetap di Macau setiap dua tahun sekali pulang ke Indonesia, menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di sebuah restoran di Macau.

(bersambung...)

1 comment: