Pendakian Gunung Rinjani - 'Cuci Mata' di Sembalun (Part 2)

"Catatan Perjalanan Gunung Rinjani Lombok"
Two Thumbs buat trekking jalur Sembalun
Pagi dini hari entah jam berapa suasana masih sunyi senyap, semua orang sibuk dengan mimpinya masing-masing, tidak termaksud saya. Di ketinggian 1.514 mdpl di pos 2 jalur Sembalun tak terdengar suara ayam jantan berkokok yang biasa terdengar tak kala fajar menyingsing, saat itu hanya gemuruh suara angin seolah menyandera tenda kuning kecil yang kami dirikan semalam.

Dalam gelap mulut saya tak henti-hentinya komat kamit sembari mengolah nafas layaknya orang tengah belajar ilmu bela diri tingkat tinggi. Manarik nafas panjang, tahan beberapa saat kemudian buang perlahan, mirip teknik buang air besar orang terserang sembelit. Ditambah menjaga konsentrasi dan sugesti pun saya lakukan, mungkin jika ada ahli hipnotis seperti Romy Rafael tak segan saya meminta bantuannya. 

Sungguh ritual aneh, baru pertama kali saya lakukan ketika terbangun dari tidur. 

"Ya Allah dingin (pake banget)" seolah curhat pada Tuhan, sambil menggigil menahan udara dingin yang merayap diseluruh tubuh, namun terus melakukan ritual aneh (tolak dingin).

Kejadian yang sama seperti di Gunung Cikuray Garut pun terulang, udara dingin kembali menyerang. Hawa dingin dengan yang saya rasakan berhasil membuka mata dan terbangun membuyarkan mimpi, tidak kalah dengan cipratan air yang biasa dilayangkan ke muka saya ketika susah dibangunkan untuk sembayang subuh, sebelum akhirnya disiram dengan segayung air -byyuuuur, basah semua. 

Bukan tanpa alasan saya menggigil menahan dingin dan melakukan ritual seperti di film kungfu kebanyakan, teknik mengolah nafas. Bukan karena tidak membawa SB (sleeping bag), bukan juga karena tidur bugil tanpa sehelai benang pun. Melainkan karena teralalu menganggap remeh alam malam itu ketika hendak memejamkan mata.

SB dengan fungsi dasar sebagai pelindung dingin disaat tidur malah saya gunakan sebagai bantalan kepala (baca: bantal), karena malam itu memang tidak terlalu dingin pikir saya. Sebelum akhirnya di tengah malam dipinjam oleh Adel (buat yang belum tahu siapa Adel bisa baca di Part 1) guna menggenapkan lapisan selimutnya, anehnya Adel sudah memakai dua helai pakaian ditambah dua jaket (baca: empat lapis) plus SB miliknya jadi lima lapis.

"Ndra gue pinjem sleeping bag loe, masih menggigil" pinta 'anak pantai' saat berselingkuh menjadi 'anak gunung'. Karena saya belum merasa dingin, dengan mudah saya pinjamkan SB milik saya dan berharap Adel tidak menjadi kupu-kupu karena proses metamorfosis yang dia lakukan malam ini dengan enam lapis pakaian. 
***
Dengan senyuman hangat matahari pagi sangat dermawan melepaskan sinarnya, memberikan kehangatan sehangat kasih sayang mantan. Matahari dengan sulapnya berhasil merubah mimpi buruk yang saya rasakan semalam menjadi mimpi indah, dengan memperlihatkan pemandangan di sekeliling pos 2 berupa hamparan vegetasi padang savana berwarna hijau bercampur kuning keemasan #amazingpokoke.

Mengingat losgitik air bersih yang sudah mulai menipis, beberapa botol plastik air mineral ukuran satu setengah liter kami bawa untuk diisi ulang di mata air terdekat.

"Di bawah jembatan ada mata air" terang Hendra seolah sudah hafal benar dengan tempat ini layaknya seorang yang berpotensi menjadi kuncen Gn.Rinjani.

Jalan beberapa meter menuruni bebatuan barulah terlihat sebuah kubangan air tidak terlalu besar, dengan tetesan air mengalir tidak begitu deras bahkan lebih deras pipis bayi umur delapan bulan, mungkin masih tergolong musim kemarau. Kondisi serupa juga saya rasakan di desa Sembalun dimana untuk mengambil wudhu susah bukan main, karena tidak ada air dan terpaksa kami gunakan dari sisa-sisa air bercampur tanah di bak penampungan milik warga.

"Itu Mas di dalam sana ada mata air lumayan banyak airnya, tapi agak masuk ke dalam" jelas seorang pemuda yang namanya sengaja disamarkan sebut saja 'Cempaka'. Membawa hydropack penuh terisi air bersih 'Cempaka' pun menunjuk sebuah jalan berupa celah berbatu dan semak belukar untuk mencapai mata air. Berbekal petunjuk jalan dari 'Cempaka' akhirnya semua botol air penuh terisi. 
"Catatan Perjalanan Gunung Rinjani Lombok"
"Mari masak, mari makan....mari buang sampah pada tempatnya!"
Saat mendaki gunung salah satu kegiatan yang paling saya tunggu adalah bagian mengolah logistik (memasak dan memakan). Menambah energi saat mendaki dan mengurangi beban yang akan dibawa nanti begitulah filosofinya. Dalam kegiatan ini akan ketahuan mana yang bi(a)sa masak dan mana yang hanya bi(a)sa makan, selama saya mendaki beberapa gunung, koki paling handal adalah kaum Adam. Tak heran dapur restoran atau hotel berbintang di dominasi laki-laki sebagai chef/juru masak dan di gunung pun demikian. 

Menu utama kami pagi itu adalah 'vegetable mixed with peanut sauce' (baca: pecel), ditambah tempe, omlet goreng dan berbagai macam minuman hangat serba instan. Masing-masing membagi tugas sesuai dengan kemampuan dan kemauan, ada yang memasak nasi, menggoreng omlet dan tempe, merebus air dan mencuci sayur sebelum dihidangkan dan masuk ke lambung yang sudah merengek minta diisi.

Memasak di alam terbuka memiliki keistimewaan tersendiri, berbekal gasmet (gas portable) dan kompor portable, tanpa buku resep bahan logistik diolah sedemikian rupa hingga tersaji di piring plastik yang kami bawa. Entah kenapa setiap makanan yang disajikan di gunung pasti terlihat sangat nikmat, mungkin pengaruh dari hawa gunung sehingga perut kami dibuat menjadi sangat lapar, dan melihat apa saja terlihat menjadi lebih enak. 
***
Hari ini tujuan utama adalah sampai ke titik Plawangan Sembalun, untuk sampai Plawangan Sembalun kami harus melewati beberapa bukit, biasa dikenal dengan 'bukit penyiksaan' bagi yang merasa tersiksa dan 'bukit penyesalan' bagi yang merasa menyesal karena memilih lewat jalur ini.  

Kami pun siap untuk melanjutkan perjalanan setelah merapihkan tenda dan memasukan semua sampah pada plastik sampah dan mengikatnya pada ransel demi menjaga keasrian lingkungan, karena jargon kami sebagai pendaki gunung cinta lingkungan "sampah mu milik mu, gunung kita jaga bersama, jadi tolong bawa lah sampah mu dari gunung"

Berjalan kelelahan dengan debar jantung berdegup kencang setelah beberapa meter perjalanan akibat tubuh kami harus beradaptasi kembali dengan beban berat setelah sepuluh jam istirahat. Langkah tergopoh ditambah panas terik matahari tidak menyurutkan langkah untuk tetap maju walau berjalan agak sedikit lamban, entah karena lelah atau ingin menikmati pemandangan yang sunggu luar biasa. 

Seringkali rombongan kami didahului oleh beberapa orang porter dengan bawaan yang lebih berat seperti menggendong bahan makanan (logistik), tenda, alat masak termaksud tabung gas tiga kilo. Beberapa hanya menggunakan sandal jepit dan beberapa tidak beralas kaki, kami pun dibuat kepayahan oleh mereka ketika dengan entengnya berjalan meninggalkan kami jauh di belakang.

Bukit savana menjadi pemandangan yang memanjakan mata sekaligus cuci mata, mungkin layaknya mall bagi 'anak mall' melihat jejeran barang bermerek yang menyejukan mata tapi tidak bagi kami anak gunung yang dimanjakan dengan alam ciptaan Ilahi. Sejauh mata memandang terlihat savana luas menghampar dengan latar belakang bukit berbaris seolah sudah menunggu untuk didaki. 

Syukurlah hari ini cuaca cerah bersahabat, tanpa kompromi setiap langkah berjalan sesuai dengan rencana yang sudah dibuat sebelumnya, meskipun frekwensi istirahat lebih sering dari rencana semula. Dan tak sabar melihat berbagai keindahan selanjutnya di jalur berikutnya "Bukit Penyiksaan" terdengar angker memang namanya....haha.
"Catatan Perjalanan Gunung Rinjani Lombok"
Barisan bukit yang siap kami daki
"Catatan Perjalanan Gunung Rinjani Lombok"
Berbagai ekspresi muka pendaki gunung: senang, bahagia, kepayahan dan kelelahan
"Catatan Perjalanan Gunung Rinjani Lombok"
'Porter Rinjani' dengan langkah cepat berjalan beriringan 
"Catatan Perjalanan Gunung Rinjani Lombok"
Nda hujan kok payungan toh Pak...hehehe
"Catatan Perjalanan Gunung Rinjani Lombok"
Mata dimanjakan dengan pemandangan luar biasa sepanjang jalur pendakian

2 comments:

  1. well thank you so much already explained about mountain climbing rinjani trek

    ReplyDelete