Petaka Pagi di Bandara Internasional Hong Kong

Bandara Internasional Hong KongSayup-sayup terdengar suara gaduh, begitu berisik suaranya, bahkan lebih berisik dari suara mesin jet pesawat di landasan terbang di luar sana. Sumber suara terdengar tak jauh dari posisi saya yang tengah asik tertidur pulas sebelum akhirnya membuka mata akibat suara gaduh tersebut. 

Tempat saya tidur semalam berupa kursi besi panjang dengan dudukan lengan tepat di tengahnya membagi dua zona (zona paha atas dan zona paha bawah) seolah memang sengaja dibuat sedemikian rupa, menyulitkan orang yang hendak menjadikannya sebuah tempat tidur yang biasa digunakan oleh backpacker kere seperti saya dan beberapa turis asing yang kebetulan sedang kere juga, mungkin mereka lebih memilih tidur di Bandara daripada tidur di hotel berbintang dengan rate selangit. 

Tadi malam memang sengaja saya memilih untuk tidur di Bandara guna mengurangi biaya hidup di Hong Kong yang terkenal tidak ramah di kantong, sebagai salah satu cara mengakali hidup murah di luar negeri. Meskipun malam pertama saat tiba di Hong Kong saya menginap di hostel, setelah penerbangan panjang enam jam plus transit 4 jam di Bandara Changi.

Saya terbangun dan membuka mata ditambah mulut masih sesekali menganga terbuka lebar, menguap selebar lebarnya karena rasa kantuk yang masih tersisa. Dengan kesadaran belum maksimal, kedua tangan langsung meraba dada dan memastikan tablet delapan inci yang saya dekap ketika tidur masih ada. 

Barulah saya memastikan tas kecil yang saya jadikan bantalan tidur dan melingkarkan tali selempangnya pada tubuh saya, guna mencegah tas berisikan barang dan dokumen berharga seperti paspor dan dompet tidak berpindah tangan. Sungguh celaka jika kedua barang tersebut hilang atau berpindah tangan, bisa lebih lama lagi saya menginap di bandara ini.
"Bandara Internasional Hong Kong"
Bandara Internasional Hong Kong
Selidik punya selidik suara gaduh yang saya dengar disebabkan oleh seorang pria bule yang sedang grasak grusuk mencari notebook berlogo apel kroak miliknya, terakhir saya lihat notebook yang hilang tersebut sedang asik digunakannya untuk berselancar di dunia maya dengan memanfaatkan sinyal wifi bandara yang super cepat.

Dengan paniknya pria bule tersebut menanyai setiap orang yang berada di sekitar TKP tempat notebook kesayangnya berpindah tangan. Saya pun tak luput dari pertanyaannya seolah menjadi saksi tidur pada kasus yang tengah di hadapinya. Padahal roh atau kesadaran saya belum benar-benar menyatu selepas tidur dan duduk membangkitkan badan.

"Hey, do you see my notebook?" tanya nya pada saya yang baru bangun tidur.

"What ? Your notebook ? I dont know" dengan entengnya saya bilang tidak tahu dan si bule langsung melengos pergi, mungkin dia segera melapor ke petugas keamanan bandara.

Tak habis pikir, di tempat umum seperti bandara dengan CCTV terpasang saja tindak kejahatan masih saja terjadi. Memang benar kata Bang Napi "Kejahatan ada karena ada kesempatan, jadi waspadalah!!"

Mengenai keaamanan bandara jadi tringat pertama kali saya menginjakan kaki di bandara ini, seorang perempuan petugas bandara berseragam hitam langsung menghentikan saya, entah kenapa saya yang dipilih oleh petugas dari banyak orang yang hendak meninggalkan bandara, mungkin sang petugas melihat muka saya yang lebih mirip imigran gelap tanpa tujuan dan mengintrograsi saya dengan berbagai macam pertanyaan.

Petugas : "Hello Good Night Sir, where you come from ?"

Saya : "From Indonesia"

Petugas : "What your purpose visiting Hong Kong ?" si petugas mulai curiga, takut-takut saya jadi pekerja ilegal.

Saya : "Just for traveling"

Petugas : "How long"

Saya : "Only four days" 

Untunglah dengan beberapa pertanyaan singkat saya diperbolehkan meninggalkan imigrasi tanpa embel atau syarat tertentu, lebih beruntung dari orang berwajah India yang digeret ke kantor imigrasi entah kesalahan apa yang dia lakukan.
***
Lalu lintas manusia tak henti-hentinya pagi itu di Bandara Internasional Hong Kong, semua sibuk dengan tujuannya dan rutinitasnya masing-masing, entah untuk urusan bisnis, mengunjungi sanak keluarga tercinta atau sebaliknya baru sampai dari tempat jauh dan pergi meninggalkan keluarga dengan bekerja mencari pundi-pundi rupiah dalam bentuk mata uang asing seperti para tenaga kerja dari Indonesia yang jauh-jauh mencari kerja hingga negeri Cina. Pemerintah menyebutnya dengan ‘pahlawan devisa’ di kala mereka pulang membawa pundi mata uang asing.

Datang ke Hong Kong bermodalkan 1000HKD yang saya tukarkan sebelumnya di Indonesia, berharap dengan uang segitu dapat bertahan selama empat hari. Di hari ketiga, tampakanya lembaran dollar Hong Kong yang saya bawa tidak betah berlama-lama di dalam dompet, target mengelilingi Hong Kong dengan 1000HKD pun gagal. 

Mata saya pun mulai mencari mesin ATM, bermodalkan 'kartu setan' yang saya punya, walaupun agak sedikit berat memakainya, berhubung kondisi darurat akhirnya saya putuskan untuk memakainya juga. 

Bicara soal kartu setan (kartu kredit) banyak orang bilang jika kartu ini seperti pisau bermata dua. Memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang, satu sisi dapat membantu disaat kesusahan (angel card, pemain GetRich pasti tau ^^), seperti yang sedang saya alami sekarang. Dan dapat menjadi mesin teror (demon card), yang tak jarang membuat pemiliknya menjalani hidup nomaden (berpindah-pindah) karena kejaran penanggih hutang. Jadi teringat cerita teman yang pernah didatangi pria berbadan besar sambil berteriak memanggil namanya, barulah pergi setelah cape menggertak akibat tidak dapat melunasi tagihan kartu kreditnya. Selain sebagai penolong disaat kesusahan, tujuan utama saya memiliki kartu kredit adalah untuk membeli tiket pesawat murah alias promo dari beberapa maskapai yang enggan bertransaksi dengan rupiah.

Ketika melihat jejeran mesin ATM dari kejauhan saya pun langsung bergegas menuju barisan ATM di dalam ruangan berkaca mengingat sudah jam delapan pagi dan saya harus segera bertolak ke Macau
"Victoria Harbour, Hong Kong"
'Turbo Jet' salah satu transportasi laut menuju Macau
Terdapat beberapa ATM dengan warna berbeda mulai dari biru hingga merah. Pilihan saya jatuh pada ATM berlogo VISA, keluarkan dompet dan kartu berwarna silver cerah mengkilap berlogo VISA juga. Ini pertama kali saya akan tarik tunai dari kartu kredit alias 'ngutang'. 

HP tak lupa saya keluarkan dari saku celana, karena di dalamnya saya menyimpan pin kartu kredit yang sengaja tidak mau diingat. Empat digit angka saya masukan dan muncul berbagai menu dan tarik tunai menjadi pilihan saya, dengan nominal lima ratus HKD saya pilih. Tak berapa lama tulisan notifikasi pun muncul, berharap muncul tulisan 'Silahkan ambil uang Anda' namun yang muncul berupa notifikasi 'kartu tidak dapat digunakan untuk tarik tunai' 

"Duh, kenapa nih ?" membatin menyalahkan mesin ATM dan kartu setan (kali ini bukan angle card)

Berkali-kali saya coba masukan dan memastikan pin ATM sudah benar tetapi tetap nihil, mesin ATM tetap bersikeras tidak mau mengeluarkan uangn selembar pun.

"Duh pagi-pagi udah kena musibah" pikir saya merasa apes pagi itu.

Saya pun kembali duduk di deretan kursi panjang, sambil bertanya-tanya kenapa kartu kredit saya tidak bisa tarik tunai. Dalam kondisi bingung, akhirnya saya ingat jika kartu kredit belum di aktivasi untuk penggunaan di luar negeri, seharusnya sebelum saya pergi harus minta aktivasi ke petugas customer service agar terlelebih dahulu di aktivasi sehingga dapat digunakan di luar negeri.

Berhubung saya lupa karena tidak ingat, dan pikiran mulai was-was harus cari uang kemana karena HKD yang saya punya sudah habis dan beberapa tempat di Hong Kong belum sempat saya jelajahi termasuk Macau. Berharap ada TKI yang berbaik hati meminjamkan uangnya dan akan saya ganti begitu tiba di Indonesia, tapi sepertinya sulit.

Berusaha tak panik, saya pun berusaha mencari cara lain agar tetap bertahan dari solo traveling, mungkin momen ini yang banyak orang bicarakan sisi lain dari solo traveling. Momen dimana merasa hanya Tuhan yang dapat menolong, susah senang di negeri orang. Dengan memanfaatkan wifi bandara, saya buka WA (WhatsApp) yang ada di HP segera cari kontak nomor adik saya untuk coba minta tolong bilang ke CS bank agar kartu kredit saya di aktivasi. 

"Ping!!! Urgent!!!" tulis pesan saya agar adik saya cepat balas.

Tidak lama dia balas dengan jawaban "Kenapa Mas ?" 

"Gw keabiasan uang, mau ambil duit pake kartu kredit gak bisa" balas saya.

Dengan memberikan data mulai dari nomor kartu kredit, TTL, nomor telp, alamat surat menyurat saya menyuruh adik saya untul telepon CS  ke nomor 14000 agar di aktivasi.

Saya pun menunggu balasan WA berharap kabar baik yang datang, tidak lama adik saya membalas.

"Yah Mas gak bisa" jawaban kecewa yang dia dapat setelah menghubungi CS bank.

"Hah, kenapa? Kok gak bisa? Kan data yang gw kasih udah bener semua ke lw" tanya saya penasaran.

"Iya gak bisa, soalnya harus orangnya (pemegang kartu) langsung yang telepon" jelasnya.

"Yah, kenapa ga bilang aja pake nama gw" paksa saya.

Dan dia coba telepon lagi ke CS bank, saya pun menunggu lagi berharap bukan jawaban yang sama yang dia dapat. Lumayan lama saya menunggu untuk kedua kalinya, sepertinya sukses harap saya.

"Eh, gimana jadinya, bisa ga?" tanya saya berharap dia sukses mengelabui CS bank.

"Mas, sorry gak bisa juga" balasnya sambil minta maaf.

"Lho kok gak bisa juga, kenapa lagi?" tanya saya lagi penasaran.

"Yah tadi gw gak bisa bohong Mas, ya gw bilang jujur aja klo lw yang punya kartu" jelasnya jujur.

Entah karena takut atau terlalu jujur (setelah meruqiyah dirinya sendiri) hingga adik saya tidak dapat berbohong kepada CS bank dan harapan saya untuk dapat tarik tunai akhirnya gagal. 

Buka-buka dompet, ternyata saya masih simpan lembaran seratus ribu lima lembar sisa tukar HKD di Indonesia yang tidak sempat tertukar karena HKD di tempat penukaran habis. LIma ratus ribu rupiah jika di kurs HKD yang waktu itu 1HKD = Rp.1515 (angka cantik makanya saya ingat betul, hehe) hanya dapat sekitar 330HKD, dengan uang segitu saya harus bisa bertahan selama dua hari. 

Kini mata saya mulai mencari money changer di area bandara, tidak jauh dari deretan mesin ATM ada tempat penukaran uang. Dari banyak mata uang asing yang ditunjukan mata saya mencari rate rupiah, melihat rate penukaran di money changer bandara bagaikan mencekik leher, rate yang ditawarkan berbeda jauh sekali saya pun ogak menukarkan sisa rupiah terakhir. 

Dengan memanfaatkan fasilitas wifi bandara lagi, saya tanya sama Mbah Google tempat yang bagus untuk tukar uang dengan rate bersahabat tidak seperti di bandara. Ternyata yang ditunjukan Mbah Google tempat penukaran uang yang memberikan rate bagus berada di Chunkin Mansion yang tak lain tempat hostel saya menginap. Dengan menggunakan Octopus Card yang masih terisi saldo beberapa HKD, saya pun segera menuju Chungkin Mansion.

Sesampainya di Chunkin Mansion banyak tempat penukaran uang dengan rate bersaing, memang di daerah ini (Chunkin Mansion) banyak sekali warga asing seperti dari India, Afrika dan Eropa yang menginap di beberapa hostel berada di beberapa lantai diatas.

Dengan lima lembar uang seratus ribu, saya hanya mendapat  330HKD yang akan saya gunakan untuk memenuhi kebutuhan selama dua hari kedepan, saya pun segera menuju China Ferry terminal untuk menyebarang ke Macau. Gara-gara apes pagi ini jalan-jalan saya ke Macau terpotong setengah hari, dan berharap HKD yang saya pegang cukup sampai pulang nanti.

No comments:

Post a Comment