5 Hari Keliling Burma Myanmar (Part 2) - 5 Hal ini Bisa Dilakukan di Danau Inlay

14 Agustus 2015 - Nyaung Shwe, sama seperti hari sebelumnya di kota Yangon, pagi ini hujan masih setia menemani perjalanan.

"Buang celana dalam Mu dulu Nak!!, agar hujannya berhenti"  kata-kata itu yang mungkin dianjuran orang sakti yang saya temui sewaktu di Banyuwangi. 
----
Bus tepat berhenti di pertigaan jalan, hujan rintik lagi-lagi menyambut kedatangan saya di kota kecil Nyaung Shwe ketika turun dari bus. Saya pun langsung dijemput oleh kru bus yang berada di kota Nyaung Shwe, sambil berlari-lari kecil menghindari air hujan. Tanpa basi-basi saya segera dibawa menuju sebuah rumah yang tepat berada di bibir jalan, mengiyakan dan mengikuti dari belakang pria berbaju hitam tersebut. Sudah terparkir manis sebuah mobil bak berwarna hitam, bagian belakang sudah dimodifikasi dengan tambahan kursi dan bagian atas diberi penutup sebagai pelindung panas dan hujan, sebelas dua belas dengan mobil pengangkut sayur.

Sang supir segera mengelap kursi yang tertutup cipratan lumpur kering bercampur debu jalan dengan kain basah sebelum mempersilahkan duduk.  

Tidak menunggu lama supir segera melajukan kendaraannya menuju area Danau Inlay dengan waktu perjalanan ditempuh selama lima belas menit. Jalan menuju Danau Inlay berupa jalan kecil tidak terlalu besar hanya muat untuk dua mobil ukuran sedang, dan harus memperlambat lajunya jika berpapasan dengan bus yang lebih besar agar tidak saling tabrak. Kanan kiri jalan terhampar sawah penduduk dengan saluran irigasinya yang berwarna kecoklatan dikarenakan sedang musim hujan. Para petani yang kebanyakan ibu-ibu setengah baya, dengan bawahan menggunakan longji, kepala tertutup caping seringkali terlihat sedang berkerumun layaknya hendak mengocok arisan bulanan.
Nyaung Shwe - Inle Myanmar
Jalan Menuju Danau Inlay | Nyaung Shwe, Myanmar

Welcome to Inlay
"Welcome to Inlay" sebuah tulisan selamat datang menyambut sebelum memasuki daerah Inlay dengan jalan raya belum tertutup aspal, bagi turis asing akan dipungut biaya sebesar $10 ketika memasuki wilayah Inlay termaksud saya padahal muka sudah seperti orang lokal mungkin kurang gosong sedikit, dengan selembara Kyatt sepuluh ribu saya membayar kepada petugas berseragam yang sudah menunggu di pos jaga, dan langsung diberi secarik kertas bertanda karcis masuk wilayah Inlay.

Tidak jauh dari gapura selamat datang berbelok ke arah kanan, mobil bak yang saya tumpangi berhenti di sebuah rumah berlantai dua yang sengaja dijadikan sebuah kantor travel agent pemesanan bus antar kota. Saya pun menitip kan tas ransel kepada petugas yang sedang berjaga sebelum seharian berkeliling Danau Inlay menggunakan perahu milik penduduk setempat. 

Baca juga: Tips Umroh Dengan Biaya Murah + Rincian Biaya

Harga sewa perahu yang ditawarkan sebesar $16 untuk sehari penuh, untuk menghemat biaya dapat berbagi perahu hingga 6 orang karena perahunya sendiri cukup panjang.

Sebelum naik perahu saya sempatkan untuk sarapan terlebih dahulu. Minimnya makanan halal di area ini membuat tidak terlalu banyak pilihan, pagi itu pilihan jatuh pada mie lokal Inlay yang sengaja di tunjukan oleh petugas travel agent, dengan alasan turis dari Indonesia dan Malaysia biasa makan di tempat itu walaupun tidak ada logo halalnya seperti di Yangon, untuk harga mie dengan rasa lumayan enak dihargai sebesar 600 Kyat harga yang masih cukup ramah di kantong backpacker.


Mie Ganjal Perut :P
Pria paruh baya bernama 'Owie' dengan bahasa Inggris yang tak terlalu fasih akan menjadi guide sekaligus supir gojek angkutan perahu bermotor selama sehari penuh. Ada beberapa objek wisata yang ditawarkan mulai dari melihat kehidupan sehari-hari penduduk lokal hingga melihat pagoda yang berada di sekitar area danau Inlay.

Dibawalah ke pinggiran sebuah aliran sungai yang tidak terlalu besar, terlihat banyak perahu terparkir dipinggiran bibir sungai. Karena musim hujan menyebabkan kunjungan turis lebih sepi ketika berkunjung ke Myanmar sehingga banyak perahu tak beroperasi membawa turis, jika di Indonesia mungkin sudah dijadikan jembatan perahu untuk jalan motor oleh pak ojek seribuan.


Ini bukan Owie, tapi Ibu penjual topi :)
Nah ini baru si Owie Tukang Ojek Air
Pagi itu sudah jam sembilan, matahari masih belum menampakan dirinya masih bersembunyi malu tertutup awan mendung, semoga tak menjadi pertanda hujan turun hari ini. Segera Owie langsung menghidupkan mesin motor yang terletak di bagian belakang perahu miliknya.  Deru mesin motor seolah menjadi peluit awal perjalanan saya mengelilingi Danau Inlay, danau seluas 116 km persegi menjadi salah satu destinasi wajib ketika berkunjung ke Myanmar.

Perahu motor sepanjang lima meter bergerak membelah aliran sungai kecil dengan pemandangan berupa rumah penduduk dan pagoda dengan warna dominan emas  di bagian atas. Butuh waktu sekitar 10 menit hingga akhirnya perahu memasuki area Danau Inlay yang luas. Sejauh mata memandang berupa air (pastinya), deretan bukit dan awan membentang luas. 

1. Akrobatik Nelayan Lokal
Pemandangan berganti menjadi kegiatan masyarakat lokal yang sedang mencari ikan secara tradisional, menggunakan alat tradisional berupa jaring yang sudah diikat pada bambu membentuk kerucut layaknya cetakan nasi tumpeng berukuran besar. Dengan aksi akrobatik layaknya sirkus sang nelayan mencoba menangkap ikap dengan jala disebelah kanan dan bambu penopang di sebelah kiri, sayapun agak was-was melihatnya pose dengan satu kaki, seolah akan jatuh ke air melihat badan sang nelayan agak miring sebelah.


Aksi Akrobatik nelayan tradisional di Danau Inlay
Selesai berpose dengan atraksi satu kaki ketika hendak menangkap ikan, perahu nelayan perlahan mendekati perahu yang saya naiki.

"Money, money...." ucapnya sambil memamerkan ikan-ikan kecil yang di dapat. Ternyata atraksi yang sengaja dipertontonkan diperuntukan untuk mendapatkan uang dari turis yang banyak melintas, jala yang dia bawa dan digunakan hanya sebagai properti untuk memperindah ketika hendak di foto saja.


----

Perahu Owie memasuki perkampungan penduduk lokal, rumah-rumah panggung berdiri di atas permukaan danau. Mulai dari rumah kecil yang terbuat dari anyaman bambu hingga rumah besar berbeton dan resort diatas air menghiasi Danau Inlay dikanan kiri jalan. Seolah seperti perkampungan yang terkena banjir musiman karena warna air bercampur tanah menjadikan warna coklat.

2. Kerajinan Tenun Tradisional Inlay
Pemberhentian pertama, perahu motor berhenti di salah satu rumah panggung yang dijadikan tempat penenunan kain masyaraka lokal. 


Welcome to Silk & Lotus Weaving
Welcome to Silk & Lotus Weaving
"Welcome to silk and lotus weaving" sambut seorang gadis cantik dengan wajah terpoles tanaka di pipi kanan dan kirinya, senyum kecil menyambut saya dengan ramah. Dengan segera mempersilahkan masuk dan sepertinya sudah siap untuk menjelaskan setiap detail kegiatan penenunan, proses awal berupa pengumpulan serat lotus dilakukan oleh gadis muda dan diteruskan oleh wanita paruh baya untuk proses akhir dari rangkaian pembuatan kerajinan tenun yang menggunakan bahan dasar serat teratai/lotus, dengan garis besar proses pembuatannya sebagai berikut :

- Benang setengah jadi terbuat dari serat batang teratai (lotus), dikumpulkan dengan sabarnya oleh seorang gadis muda yang duduk sambil mematahkan batang lotus dengan potongan-potongan kecil untuk diambil seratnya, hingga menjadi gulungan benang penuh. Menghabiskan empat ribu batang lotus/teratai untuk mendapatkan satu gulungan benang penuh.
Pengambilan serat dari batang Lotus
- Proses pemintalan, benang setengah jadi yang masih berupa serat harus diproses kembali untuk mendapatkan gulungan benang bukan sekedar serat dengan cara dipintal. Dengan pelan tapi pasti sang nenek mengayuh mesin pintalnya hingga didapat gulungan benang.
Proses pemintalan serat Lotus
Proses pemintalan serat Lotus

- Proses pewarnaan, menggunakan bahan baku tradisional untuk pewarnaannya seperti kulit pohon mangga dan pohon nanas untuk menghasilkan warna orange, kuning dan hijau, dan beberapa menggunakan campuran warna pabrik (wantek) untuk beberapa jenis warna tertentu, sebelum akhirnya benang direbus agar warna lebih meresap. 
Proses pewarnaan
- Proses tenun, dibutuhkan waktu satu bulan untuk menghasilkan satu meter kain dengan menggunakan alat tenun tradisional. Dengan mesin tenun kayu tua, digerakan maju mundur kanan kiri hingga mengubah benang menjadi sehelai kain tenun bercorak. 
Proses Tenun
Sampai akhirnya saya dibawa menuju sebuah ruangan yang lebih mirip toko pakaian, yang menjual berbagai macam pernak-pernik pakaian, longji dan tas dari hasil tenun tradisional dengan berbagai motif dan desain beraneka ragam. 

3. Kerajinan Perak dan Rokok Khas Inlay
Tidak jauh dari tempat pengerajin kain tenun, saya di bawa oleh Owie kesebuah tempat pengerajinan perak, dimana kita dapat melihat langsung para pengerajin membuat perhiasan seperti anting, gelang, kalung dan cincin dari bahan perak. Mulai dari proses peleburan perak hingga diolah secara tradisional menggunakan palu, tang dan gunting untuk membentuk rangkaian desain yang diinginkan, ditambah hiasan berupa batu alam menjadi penghias kerajinan perak tersebut.
Kerajinan Perak
Bersebelahan dengan tempat pengerajin perak terdapat sebuah rumah yang menjual rokok tradisional Myanmar. Mirip rokok kretek hanya saja bukan tembakau yang digunakan, melainkan bahan-bahan masih alami berupa buah-buahan seperti pisang dan nanas yang sudah dikeringan ditambah gula merah, madu dan tamarin kemudian dibungkus menggunakan daun Tha Nut Npet dan filternya berupa kulit jagung yang sudah dikeringkan. Dibungkus menggunakan kotak tradisional yang terbuat dari bahan kayu. Untuk harganya sendiri dijual 1000 Kyatt untuk satu kemasan.


4. Melihat Suku Leher Panjang (Suku Kayan)
Salah satu tujuan utama datang ke danau Inlay adalah untuk melihat langsung kehidupan suku leher panjang atau suku Kayan. 

"Hei Owie, long neck, long neck" ya hanya kata-kata itu yang bisa saya ucapkan kepada Owie sambil memegang leher agar Owie tahu apa yang ingin saya lihat selanjutnya. Sepertinya Owie mengerti apa yang saya maksud dengan mengacungkan jempol nya. 

Dibawalah menuju sebuah rumah berseberangan dengan salah satu pagoda dan dekat dengan pasar apung yang buka pada hari tertentu saja. Memasuki bagian dalam ruangan, terlihat banyak patung-patung besar hingga kecil terbuat dari kayu dan cinderamata khas Myanamar, tidak jauh dari ruangan tersebuah di sudut sebelah kiri terlihat dua wanita tua dengan pakaian tradisioanl Myanmar dominan warna putih dan beberapa warna lain sepeti merah muda, hijau dan biru. Dan langsung memecah perhatian saya ketika melihat leher kedua wanita itu telilit benda berwarna emas kekuningan, menjadikan leher mereka terlihat lebih panjang dari manusia normal pada umumnya.


Hello Suku Kayan 
Tidak jauh terlihat suku Kayan lainnya, sedang duduk dilantai beralaskan tikar, kali ini ibu muda sedang asik menenun ditemani gadis kecilnya. Sama seperti kedua wanita tua, ibu muda suku Kayan yang satu ini juga menggunakan gelang yang dililitkan ke leher, yang membedakan, gelang yang ada tidak terlalu banyak seperti pada kedua wanita tua yang saya temui pertama kali. 

Bagi kaum wanita Suku Kayan mengenakan gelang dileher dimulai di usia, makin banyak gelang dileher maka menurut mereka akan semakin cantik.

5. Hpaung Daw U Pagoda
Ada sebuah pagoda besar berada di wailayah danau Inlay, dengan atap pagoda didominasi warna kuning dan emas dan merupakan salah satu pagoda terbesar yang berada wilayah danau Inlay, dimana biasa digunakan penduduk lokal untuk beribadah. Setibanya di pintu masuk pagoda, saya langsung disambut beberapa ibu paruh baya dengan muka memelas sambil menawarkan bungkusan plastik putih yang entah apa isinya. Ibarat penggemar yang baru pertama kali jumpa dengan idolanya, ibu-ibu ini terus mengikuti kemanapun saya melangkah. Dan beberapa menggerutu dengan bahasa Myanmar jika barang dagangannya berupa beras ketan merah tidak dibeli. Ibu-ibu ini menjual beras ketan merah untuk pakan burung merpati yang terbang bebas di sekitar area pagoda.

Jika anda berkunjung pada bulan September sampai Oktober di pagoda ini biasa digelar festival tahunan, dimana sebuah perahu yang dihias menjadi burung hintha, akan dibawa dibawa berkeliling di sekitar danau Inlay.

Baca juga: 5 Hari Keliling Burma Myanmar (Part 3) - Jangan Panik di Mandalay

5 comments:

  1. Mas, sounds like a fun trip. Ditunggu kelanjutannya. Btw itu naik mobil bak ke Inlay pesen atau gimana? Rencana mau kesana juga nih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mobil baknya sudah satu paket sama bus malam dari Yangoo (free shuttle), kalau gak salah sekitar $8 dari Nyaung Shwe ke Inlay

      Delete
  2. mas mau nanya, brapa lama di myanmar? dan brapa biaya yang keluar totalnya?

    ReplyDelete
  3. Lima hari mas...hampir dua juta rupiah

    ReplyDelete