Pendakian Gunung Rinjani - Asa Mencapai Puncak Tertinggi 3.726 MDPL (Part 3)

"Mt.Rinjani Sunrise"
Suasana pagi di puncak Gn.Rinjani
Senin, 11 Mei 2015 - Pelawangan Sembalun. Bunyi gemerusuk tenda tetangga sebelah yang sedang berbenah bersiap untuk summit (bukan karena pertikaian rumah tangga lempar piring dan gelas) tanpa sengaja membangunkan kenikmatan tidur saya yang baru terlelap kurang dari tiga jam, di tambah suara Adel yang mengingatkan kalau sudah jam 2 pagi, pertanda saya harus segera bersiap untuk summit ke puncak tertinggi Gn.Rinjani (3.726 mdpl). Gemuruh suara angin dan terpaannya seperti menendang-nendang tenda dari luar seolah mengusir saya untuk segera keluar tenda. 


Saya pun segera bangun, melepaskan diri dari sleeping bag dan langsung meraba-raba mencari head lamp sebelum akhirnya mempersiapakan apa-apa saja yang harus dibawa untuk kebutuhan selama summit nanti, mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, tidak lupa kebutuhan perut juga, mengingat lamanya perjalanan yang memakan waktu 3 sampai 4 jam perjalanan. 

Untuk urusan pakaian, karena ini di gunung bukan di mall yang pasti saya menggunakan kostum naik gunung seperti kupluk untuk kepala, ditambah jaket anti angin (bukan anti badai seperti bulu mata Syahrini), celana panjang, sepatu gunung dan tidak lupa dengan gaiter sebagai pelindung untuk sepatu, agar pasir ataupun batu kerikil tidak masuk kedalam sepatu, karena medan pendakian menuju puncak adalah medan berbatu dan berpasir.


Untuk urusan perut, saya hanya membawa makanan ala kadarnya yang cepat saji (bukan makanan fast food seperti burger, pizza ataupun kue cubit) membawa beberapa roti kemasan, coklat dan makanan diet ringan ala ibu-ibu habis melahirkan seperti soyjoy dan tidak lupa obat masuk angin, si kuning kecil (baca: tolak angin) yang selalu setia menjadi teman saku saya untuk mencegah masuk angin. Untuk urusan kerongkongan, saya membawa air yang sudah dikemas kedalam hydro pack ukuran satu setengah liter, tinggal kenyot jika kehausan.

Tepat pukul setengah tiga pagi, setelah semua siap dan memastikan terbawa apa saja yang dibutuhkan, saya pun pergi keluar tenda sambil sedikit menahan kantuk dan dingin, pergi meninggalkan keempat teman yang lain, karena tidak ada yang mau pergi sampai puncak dengan alasan beragam, mulai dari tidak tahan dingin dan akan kembali lagi ke Gn.Rinjani sehabis lebaran nanti bersama keluarga (alasan Wandi dan Hendra yang memang tinggal di Lombok). Akhirnya sayapun pergi bertiga berbarengan dengan dua teman dari Cikarang, tetangga sebelah tenda yang memang sudah janjian malam sebelumnya untuk summit bareng.

"Mt.Baru Jari & Segara Anak Lake"
Keindahan Gn.Baru Jari (Anak Gn.Rijani) dan Danau Segara Anak
Angin berhembus kencang ditambah dinginnya suhu pagi dini hari di Pelawangan Sembalun, dari kejauhan sudah terlihat titik-titik putih berjalan beriringan, bukan bintang, melainkan lampu dari head lamp para pendaki lain, yang didominasi oleh bule-bule Eropa sudah jalan jauh di depan. Melihat sudah banyak orang yang berada di jalur pendakian menuju puncak, saya pun antusias untuk menyusul mereka hingga sampai puncak. Sayang kondisi gelap gulita sehingga pemandangan dari bukit di Pelawangan Sembalun tidak jelas terlihat.

Jejak terkait : Cuci Mata di Sembalun

Memasuki hutan vegetasi dengan jalan sudah mulai berbatu kerikil dan agak berpasir, bermodalkan cahaya dari head lamp menuntun saya menyusuri jalan setapak dengan banyak bekas jejak sepatu dari pendaki lain menjadi petunjuk jalan saya menyusul mereka. Beberapa pendaki lain duduk istirahat sambil menghela nafas karena kecapean, beberapa ada yang terlihat tertidur di tengah jalan sambil menekuk badan karena menahan dingin serangan angin yang pagi itu memang sangat kencang. Beberapa kali saya pun berhenti untuk mengatur napas karena kelelahan sambil minum beberapa teguk air. 

Selepas melewati hutan vegetasi, jalur berubah menjadi medan berbatu dan berpasir, dengan kanan jalan adalah jurang yang langsung menghadap ke danau Segara Anak, dan disebelah kiri berupa sisi gunung yang curam. Angin kencang berhembus membuat saya sedikit takut akan kehilangan keseimbangan badan, karena kuatnya angin memungkinkan menghempas badan saya yang kurang dari 70 kilo ini langsung menggeser ke bibir jurang karena beberapa jalur setapak yang dilewati sempit seperti gang senggol. 

"Rinjani Track Summit"

"Rinjani Track Summit"

"Rinjani Track Summit"
Jalur pendakian berupa tanah berbatu dan berpasir
'Nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ?' mungkin potongan ayat dari Al-Qur'an surah Al-Rahman yang terbesit ketika berada di gunung. Bagaimana tidak, bersyukurnya saya masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk melihat keindahan ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa. Disaat malam diberi suguhan pemandangan berupa gugusan Galaksi Bima Sakti 'Milky Way' dengan sangat jelas terlihat ketika berada di gunung, karena tidak ada cahaya lain yang lebih terang dibandingkan jutaan bintang-bintang yang bertebaran di langit, jauh berbeda ketika melihat dari halaman depan rumah. Di siang hari gugusan gunung dan bukit serta hamparan padang savana dan hutan menghampar luas sejauh mata memandang, semua bukti kebesaran Ilahi yang wajib disyukuri.

Untuk pagi ini kebesaran Tuhan mana lagi yang bisa saya lihat dengan penuh rasa syukur tentunya. Beberapa langkah penuh harap ketika saya mulai melihat langit pagi dipenuhi cahaya berwarna lembayung dengan garis horizon sudah mulai terlihat jelas membentang di ufuk timur menandakan matahari pagi sudah akan melepaskan pancaran sinarnya. Sedangkan perjalanan berupa tanjakan membentuk sudut 40 derajat dengan bebatuan dan pasir, mengharuskan naik tiga langkah turun satu langkah membuat puncak terasa masih sangat jauh padahal sudah terlihat dekat, membuat asa ini terasa hampir padam untuk mencapai puncak tertinggi 3.726 mdpl sebelum matahari terbit.

Sebagai seorang hamba, adanya saya hanya bisa berserah diri kepada Tuhan yang Maha Kuasa yang mengatur seluruh ciptaannya termaksud terbitnya matahari. Saya hanya bisa memohon kepada Tuhan untuk menunda beberapa menit matahari terbit sebelum saya menginjakan kaki di puncak tertinggi Gn.Rinjani, untuk melihat langsung keindahan sang surya ketika menampakan dirinya. 

"Ya Allah, hanya kepada-Mu aku memohon dan meminta, tolong jangan Kau buat matahari terbit sebelum Aku sampai di puncak tertinggi Gn.Rinjani" doa saya meminta penuh harap kepada Tuhan, agar matahari terbit setelah saya berada di puncak.

"Rinjani Peak Summit"
Suasana puncak Gn.Rinjani yang dipenuhi pendaki
Kiranya doa saya tadi segera dijawab oleh Allahh SWT, langit sudah terang tetapi matahari masih belum menampakan dirinya. Tidak lama, sekitar jam enam pagi saya sudah sampai di puncak dengan total waktu dari Pelawangan Sembalun tiga setengah jam lamanya, dengan beberapa kali istirahat dan Sholat Shubuh di tengah perjalanan. Sesampainya diatas, sudah banyak pendaki yang sampai lebih dulu. Beberapa pendaki asik mengambil gambar sambil ber'selfie ria, ada yang duduk jongkok sambil menggigil kedinginan karena angin kencang dan beberapa yang lain sibuk mencari tempat untuk mengambil foto ketika matahari terbit, saya pun demikian segera mencari tempat untuk mengabadikan sang surya terbit.

Semenit setelah berada di atas (puncak), dari ufuk timur setitik kecil cahaya berwarna jingga perlahan mulai muncul, memecah garis horizon yang sedari tadi sudah ada lebih dulu. Dengan perlahan pancaran sinar mentari mulai memberikan kehangatan pada kami para pendaki yang sedari tadi sudah merasa kedinginan. Dalam hitungan menit matahari memberikan sinar penuh berbalut kabut pagi yang terbawa angin hingga puncak. 

"Rinjani Sunrise"

"Rinjani Sunrise"
Matahari terbit
Beberapa orang mengibarkan bendera merah putih dengan penuh rasa bangga di tanah tertinggi pulau NTB, tak mau kalah para wisatawan asing juga ikut mengibarkan dengan latar belakang matahari terbit, dan yang lainnya berpose dengan latar belakang Gn.Baru Jari (anak Gn.Rinjani) di tengah danau Segara Anak sambil memegang papan bertuliskan 'Puncak Gn.Rinjani 3.726 mdpl' saya pun demikian tidak mau kalah untuk mengabadikan momen terpenting ketika masih diberikan kepercayaan oleh Allah SWT masih dapat menginjakan kaki di puncak Gn.Rinjani. 

"Flagging in Peak of Rinjani - Lombok NTB"

"Flagging in Peak of Rinjani - Lombok NTB"
Beberapa turis sedang asik mengibarkan bendera merah putih
Agaknya semua pengalaman untuk bisa naik gunung Rinjani memberikan pelajaran bagi saya, yaitu untuk tidak mudah putus asa ketika menghadapi segala persoalan kehidupan, ibarat naik gunung dengan medan berbasir, seperti seseorang hendak mengejar target entah itu karir atau usaha ada kalanya akan naik turun untuk mencapai puncak atau target yang ingin dicapai, ketika hambatan datang atau belum bisa memenuhi target maka yang bisa dilakukan hanyalah berserah diri kepada sang Pencipta setelah semua usaha telah dilakukan. Kita punya rencana dan sudah berupa untuk mewujudkan, akan tetapi semuanya kembali kepada kuasa Ilahi yang menentukan. 

No comments:

Post a Comment