Setelah drama dengan tukang ojek berakhir, akhirnya saya dan Indika pun bisa pergi ekplorasi kota Mandalay. Dengan tawaran tukang ojek sebesar $15 untuk satu motor, kami pun mengambil tawaran tersebut dan berharap bisa pergi ke berbagai tempat menarik, karena tukang ojeknya adalah penduduk lokal Mandalay bukan ke tempat esek-esek seperti di Red Light Distrik Osaka.
Sebelum pergi kami ceritakan objek wisata yang ingin dikunjungi seperti jembatan kayu jati terpanjang di dunia (U-Bein Bridge) dan pasar batu tradisional Myanmar, Jade Market yang menjadi destinasi wajib di Mandalay. Tukang ojek pun mengiyakan dan memberikan beberapa destinasi lain yang belum pernah kami lihat sebelumnya.
Alhamdullilah cuaca Mandalay hari itu cerah tidak seperti di Yangoon dan Inlay Lake yang selalu diguyur rintik hujan. Akhirnya dengan dua motor bebek dimulailah perjalanan eksplorasi destinasi di Mandalay. Berikut ini destinasi yang kami kunjungi selama sehari penuh di Mandalay.
1. Pergi ke Kuil Shwenandaw
Titik pemberhentian pertama kami adalah sebuah kuil Budha yang terkenal di Mandalay yaitu Kuil Shwenandaw atau biasa dikenal 'Golden Palace'. Kuil yang dibangun oleh seorang raja bernama Thibaw Min pada tahun 1878. Sebagian besar kuil dibuat dari kayu jati memiliki ukiran khas Myanmar ditambah ornamen patung-patung, menjadikan tempat ini begitu menarik dikunjungi.
| Ornamen Kuil Berupa Patung |
| Seluruh Dinding dan Lantai Terbuat Dari Kayu |
| Atap Dengan Ukiran Khas Myanmar |
Berdiri megah dengan kondisi bangunan terbilang masih terawat dengan baik, kuil ini memiliki ciri khas pada bagian atap kuil yang dihiasi ukiran kayu jati. Kuil yang sudah tidak digunakan lagi untuk ibadah dan menjadi salah satu objek wisata dan terletak di dalam kota Mandalay, buat kamu yang tertarik dengan wisata bangunan kuno mungkin kuil ini cocok untuk kamu singgahi.
Baca juga: Umroh ke Tanah Suci Cuma 9jt Rupiah, Bisa!
2. Jelajah Pasar Batu Tradisional 'Jade Market'
Setelah puas melihat kuil Shwenandaw, kami pun segera menuju Jade Market. Kurang dari tiga puluh menit akhirnya tiba di Jade Market. Jade market tidaklah jauh berbeda dengan pasar batu akik di Jakarta seperti Jakarta Gems Center - Rawa Bening, Jatinegara. Yang membedakan, jika di Gems Center kebanyak rukonya sudah berdiri di bangunan permanen dan lebih modern, lain halnya di Jade market, lebih seperti pasar tradisional pada umumnya.
Sepertinya kami kurang beruntung hari ini, ternyata setiap hari Sabtu pasar ini tutup, karena hari Sabtu dipakai sebagian besar warga Mandalay untuk beribadah. Jelas terlihat di bagian dalam pasar tidak ada kegiatan jual beli, hanya ada beberapa penjual di luar pasar yang masih berjualan, menjual barang dagangannya seperti batu ruby, akik dan berbagai macam jenis batu lainnya yang tidak saya tahu namanya.
Untuk mengobati rasa kecewa, saya sempatkan untuk melihat dan membeli beberapa batu alam pada pedagang di luar pasar, meski pilihan yang ditawarkan tidak sebanyak dengan toko-toko yang tutup. Ukuran batu yang di tawarkan sangat beragam, mulai dari ukuran kecil hinga yang masih dalam bentuk bongkahan belum di potong dan dihias. Saya membeli beberapa batu untuk kenang-kenagan, jarang kan ada souvenir berupa batu alam, karena magnet kulkas sudah cukup mainstream.
Entah harga yang ditawarkan murah atau justru sebaliknya, bagi saya yang tidak mengikuti perkembangan harga batu alam dunia, dengan membeli beberapa batu (bukan untuk koleksi), dibeli selama harga batu tersebut sesuai dengan kyat di kantong. Untuk batu ruby ukuran kecil mulai ditawarkan dengan harga lima ribu kyatt (Rp. 50rb) dan penjual tak segan memberi beberapa bonus batu tambahan, mungkin karena tahu kami orang asing.
Jadi, buat kamu pecinta atau kolektor batu alam, mungkin bisa menjadikan Jade Market yang berada di Mandalay ini menjadi tempat berburu koleksi batu alam, yang mungkin belum ada di Indonesia.
Baca juga:Gak Jaman Beli Tiket Pesawat Mahal, Ini Triknya!!
3. Melihat Proses Pembuatan 'Daun Emas'
Jika kamu bosan melihat wisata kuil di Mandalay yang sebagian besar wisatanya adalah kuil, maka cobalah berkunjung ke King Galon Gold Leaf Workshop. Di tempat ini kamu akan melihat proses pembuatan gold leaf (daun emas) yang biasa dipakai untuk melapisi patung Budha di kuil-kuil.
Melangkah masuk kedalam kami langsung di sambut oleh seorang gadis cantik yang merupakan karyawati dan merangkap sebagai seorang tour guide dan tidak dipungut biaya untuk urusan pandu memandu ini alias gratis.
'Tak tuk... tak tuk... tak tuk...'
Bunyi palu seirama, saling sahut bergantian antar satu dengan yang lain. Dua orang pekerja berkulit sawo matang mengenakan longyi dengan bertelanjang dada, dengan kompak memukulkan palu sebuah bungkusan, sambil sesekali mengatur nafas karena kelelahan.
Rupanya para pekerja ini sedang memukul bungkusan yang didalamnya terdapat bongkahan emas, tugas utama kedua orang ini adalah merubah bentuk emas yang semula potongan dirubah menjadi lembaran tipis seperti kertas, yang selanjutnya akan dibentuk menjadi gold leaf.
Pekerja memukul-mukul bungkusan emas seberat 12 gram berkali-kali hingga menjadi lembaran kertas setebal 0,0003 mm, sungguh pekerjaan menguras tenaga dan tidak kalah dengan para pejuang pagi penambang belerang di kawah Gunung Ijen.
Baca juga: Bingung Kemana Aja Waktu di Jepang? Baca Itinerary Disini!!
Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan kondisi pekerja diluar yang bermandi keringat ditambah suara pukulan palu bersaut, kondisi sebaliknya bagi pekerja yang berada di dalam ruangan yang semuanya dikerjakan oleh kaum hawa, terlihat sedang sibuk dan penuh konsentrasi memotong golf leaf di atas meja sambil duduk lesehan, beberapa terlihat sambil mengasuh anaknya (sungguh tempat kerja ramah anak).
Dengan teliti mereka membentuk lembaran emas menjadi bentuk daun sekaligus dikemas dan siap untuk di jual. Selain gold leaf di workshop ini juga menjual berbagai pernak pernik Budha, mulai dari patung hingga hiasan ornamen Budha.
Bagi kamu yang tertarik melihat langsung proses pembuatan gold leaf dapat datang langsung ke workshop yang berada di Mandalay Jalan 77 No.143, dengan jam buka dari pukul 7.30 pagi sampai 6 sore.
4. Mencoba Lulur Tradisional Myanmar 'Thanaka'
Thanaka bisa dibilang adalah lulur wajah yang banyak digunakan oleh orang Myanmar. Dari anak-anak, dewasa hingga lansia melulurkan wajahnya dengan thanaka. Bagi kebanyakan warga lokal Myanmar menggunakan 'thanaka' sudah menjadi tradisi turun temurun dan menjadi rahasia kecantikan perempuan Myanmar.
Thanaka sendiri digunakan tidak hanya oleh wanita tetapi para kaum adam pun suka menggunakannya, mungkin sebagai obat ganteng pencegah sinar matahari langsung. Thanaka terbuat dari tanaman yang tumbuh di tanah gersang, tumbuhan ini tumbuh dengan lambat dan dapat berusia puluhan tahun. Dahulu tanaman yang boleh digunakan untuk dijadikan thanaka harus lebih dari 35 tahun, seiring banyaknya pengguna lulur wajah ini, maka tanaman berusia 3 sampai 7 tahun sudah dapat digunakan untuk menjadi bahan thanaka.
Tidak heran jika perempuan Myanmar rajin menggunakan thanaka, karena thanaka sendiri memiliki beberapa kebaikan bagi kulit wajah, seperti melindungi dari sinar matahari, mencerahkan kulit dan mencegah timbulnya jerawat. Indika pun dengan senang hati mencoba menggunakan lulur wajah khas Myanmar 'thanaka' ini saat menumpang sholat di salah satu rumah warga.
Thanaka sendiri dibuat dengan cara dihaluskan menggunakan muntu (cobek) yang dicampur air, setelah halus kemudian dilulurkan ke wajah dan tunggu beberapa saat hingga kering. Bagi warga lokal Myanmar melakukan aktivitas sehari hari dengan muka penuh thanaka sudah menjadi hal biasa dan kita dapat dengan mudah melihat orang berthanaka di setiap daerah yang disinggahi selama berada di Myanmar.
Baca juga: Melihat Anak Alay di Harajuku -Tokyo, Jepang
5. Melihat Patung Budha di Mahamuni Pagoda
Tidak lengkap rasanya jika kita berkunjung ke Myanmar tapi tidak menyempatkan diri ke Mahamuni Pagoda. Mahamuni pagoda setiap harinya selalu dipenuhi warga lokal Myanmar yang datang untuk beribadah. Pagoda yang terletak di barat daya Mandalay ini memiliki sebuah patung Budha setinggi 4 meter berlapis warna emas, diperkirakan patung Budha tersebut berusia lebih dari dua ratus tahun.
Ditempat ini kamu akan melihat banyak umat Budha Myanmar sedang hikmat berdoa. Di tengah pagoda ada juga pedagang yang menjual souvenir khas Mandalay yang dapat kamu jadikan sebagai oleh-oleh.
6. Bertamu ke Rumah Warga Lokal
Sore itu sebelum pergi ke jembatan U-Bein, saya putuskan mencari masjid untuk sholat Ashar, kami bilang ke pada tukang ojek agar dapat di antar ke masjid terdekat. Dan saya pun sholat Ashar di masjid, tapi tidak dengan Indika.
Di Myanmar sendiri, sholat di masjid bagi wanita tidak diperbolehkan, terpaksa Indika harus mencari rumah warga setempat yang dapat dijadikan tempat sholat. Bermula dari sinilah secara tidak sengaja kami dapat bertamu ke rumah warga lokal muslim Myanmar yang menjadi minoritas.
Meski ada perbedaan bahasa, bagi kami tidak menjadikan sebuah masalah untu saling cerita. Beruntungnya salah seorang tukang ojek bisa sedikit bahasa Inggris, dan menjadi penerjemah obrolan kami sore itu. Banyak hal yang diceritakan oleh bapak paruh baya yang saya lupa namanya.
Mulai dari kuota haji penduduk muslim Myanmar yang jarang sekali terpakai oleh warganya, jadi jangan heran jika banyak penduduk Myanmar yang beragama Islam sudah pergi ke tanah suci untuk Haji berkali-kali. Bahkan pria berumur lebih dari 80 tahun ini sudah pergi haji sebanyak delapan kali, cerita beliau dengan antusia sambil menimpali jika anaknya bahkan sudah haji dua belas kali.
Mungkin buat kamu yang lelah menunggu bertahun-tahun kuota haji reguler di Indonesia bisa berangkat haji dari Myanmar sebagai alternatif, tertarik?
Baca juga: Pesona Afrika di Timur Jawa
7. Melihat Sunset di Jembatan Kayu Jati 'U-Bein'
Salah satu destinasi terkenal di Myanmar adalah jembatan kayu jati U-Bein yang terletak di Amarapura, ditempuh kurang dari tiga puluh menit dari pusat kota Mandalay menggunakan motor. Sebenarnya ada apa sih di jembatan ini, yang membuatnya terkenal dan menjadi salah satu destinasi wajib yang harus dikunjungi ketika singgah di Mandalay.
Jadi, U-Bein adalah jembatan kayu jati terpanjang di dunia, dengan panjang 1.1 km. Jembatan ini membentang diatas sebuah danau bernama danau Taungthaman dan dibangun menggunakan lebih dari seribu tiang sebagai pondasi jembatan, menjadikan jembatan ini salah satu tempat foto terbaik ketika berkunjung ke Mandalay.
Bagi kamu yang hobi fotografi ada baiknya datang pada pagi atau sore hari, karena jembatan ini akan memberikan hasil foto yang instagramable sekali, ditambah pencahayaan alami dari sinar matahari di waktu senja yang memberikan warna merah kekuningan. Tidak heran banyak turis datang ke tempat ini untuk mengambil gambar.
Hilir mudik beberapa biksu dengan menggunakan pakaian berwarna merah marun bisa juga kamu jadikan objek foto kamu jika berkunjung ke jembatan U-Bein - Amarapura, Mandalay.
Baca juga: Ke Luar Negeri Gak Pake Mahal, Baca Triknya Disini!
Baca juga: Umroh ke Tanah Suci Cuma 9jt Rupiah, Bisa!
2. Jelajah Pasar Batu Tradisional 'Jade Market'
| Cocok Untuk Kolektor Batu Alam Jade Market Ini! |
| Berburu Batu Alam di Jade Market Mandalay, Sabtu Pasar Tutup! |
Sepertinya kami kurang beruntung hari ini, ternyata setiap hari Sabtu pasar ini tutup, karena hari Sabtu dipakai sebagian besar warga Mandalay untuk beribadah. Jelas terlihat di bagian dalam pasar tidak ada kegiatan jual beli, hanya ada beberapa penjual di luar pasar yang masih berjualan, menjual barang dagangannya seperti batu ruby, akik dan berbagai macam jenis batu lainnya yang tidak saya tahu namanya.
Untuk mengobati rasa kecewa, saya sempatkan untuk melihat dan membeli beberapa batu alam pada pedagang di luar pasar, meski pilihan yang ditawarkan tidak sebanyak dengan toko-toko yang tutup. Ukuran batu yang di tawarkan sangat beragam, mulai dari ukuran kecil hinga yang masih dalam bentuk bongkahan belum di potong dan dihias. Saya membeli beberapa batu untuk kenang-kenagan, jarang kan ada souvenir berupa batu alam, karena magnet kulkas sudah cukup mainstream.
Entah harga yang ditawarkan murah atau justru sebaliknya, bagi saya yang tidak mengikuti perkembangan harga batu alam dunia, dengan membeli beberapa batu (bukan untuk koleksi), dibeli selama harga batu tersebut sesuai dengan kyat di kantong. Untuk batu ruby ukuran kecil mulai ditawarkan dengan harga lima ribu kyatt (Rp. 50rb) dan penjual tak segan memberi beberapa bonus batu tambahan, mungkin karena tahu kami orang asing.
Jadi, buat kamu pecinta atau kolektor batu alam, mungkin bisa menjadikan Jade Market yang berada di Mandalay ini menjadi tempat berburu koleksi batu alam, yang mungkin belum ada di Indonesia.
Baca juga:Gak Jaman Beli Tiket Pesawat Mahal, Ini Triknya!!
3. Melihat Proses Pembuatan 'Daun Emas'
| Pekerja Sedang Membentuk Emas Menjadi Lembaran Kertas |
Jika kamu bosan melihat wisata kuil di Mandalay yang sebagian besar wisatanya adalah kuil, maka cobalah berkunjung ke King Galon Gold Leaf Workshop. Di tempat ini kamu akan melihat proses pembuatan gold leaf (daun emas) yang biasa dipakai untuk melapisi patung Budha di kuil-kuil.
Melangkah masuk kedalam kami langsung di sambut oleh seorang gadis cantik yang merupakan karyawati dan merangkap sebagai seorang tour guide dan tidak dipungut biaya untuk urusan pandu memandu ini alias gratis.
'Tak tuk... tak tuk... tak tuk...'
Bunyi palu seirama, saling sahut bergantian antar satu dengan yang lain. Dua orang pekerja berkulit sawo matang mengenakan longyi dengan bertelanjang dada, dengan kompak memukulkan palu sebuah bungkusan, sambil sesekali mengatur nafas karena kelelahan.
Rupanya para pekerja ini sedang memukul bungkusan yang didalamnya terdapat bongkahan emas, tugas utama kedua orang ini adalah merubah bentuk emas yang semula potongan dirubah menjadi lembaran tipis seperti kertas, yang selanjutnya akan dibentuk menjadi gold leaf.
Pekerja memukul-mukul bungkusan emas seberat 12 gram berkali-kali hingga menjadi lembaran kertas setebal 0,0003 mm, sungguh pekerjaan menguras tenaga dan tidak kalah dengan para pejuang pagi penambang belerang di kawah Gunung Ijen.
Baca juga: Bingung Kemana Aja Waktu di Jepang? Baca Itinerary Disini!!
Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan kondisi pekerja diluar yang bermandi keringat ditambah suara pukulan palu bersaut, kondisi sebaliknya bagi pekerja yang berada di dalam ruangan yang semuanya dikerjakan oleh kaum hawa, terlihat sedang sibuk dan penuh konsentrasi memotong golf leaf di atas meja sambil duduk lesehan, beberapa terlihat sambil mengasuh anaknya (sungguh tempat kerja ramah anak).
Dengan teliti mereka membentuk lembaran emas menjadi bentuk daun sekaligus dikemas dan siap untuk di jual. Selain gold leaf di workshop ini juga menjual berbagai pernak pernik Budha, mulai dari patung hingga hiasan ornamen Budha.
| Pekerja Wanita Berthanaka Sedang Memotong 'Daun Emas' |
Bagi kamu yang tertarik melihat langsung proses pembuatan gold leaf dapat datang langsung ke workshop yang berada di Mandalay Jalan 77 No.143, dengan jam buka dari pukul 7.30 pagi sampai 6 sore.
4. Mencoba Lulur Tradisional Myanmar 'Thanaka'
Thanaka bisa dibilang adalah lulur wajah yang banyak digunakan oleh orang Myanmar. Dari anak-anak, dewasa hingga lansia melulurkan wajahnya dengan thanaka. Bagi kebanyakan warga lokal Myanmar menggunakan 'thanaka' sudah menjadi tradisi turun temurun dan menjadi rahasia kecantikan perempuan Myanmar.
Thanaka sendiri digunakan tidak hanya oleh wanita tetapi para kaum adam pun suka menggunakannya, mungkin sebagai obat ganteng pencegah sinar matahari langsung. Thanaka terbuat dari tanaman yang tumbuh di tanah gersang, tumbuhan ini tumbuh dengan lambat dan dapat berusia puluhan tahun. Dahulu tanaman yang boleh digunakan untuk dijadikan thanaka harus lebih dari 35 tahun, seiring banyaknya pengguna lulur wajah ini, maka tanaman berusia 3 sampai 7 tahun sudah dapat digunakan untuk menjadi bahan thanaka.
| Proses Pembuatan Thanaka - Lulur Tradisional Myanmar |
Tidak heran jika perempuan Myanmar rajin menggunakan thanaka, karena thanaka sendiri memiliki beberapa kebaikan bagi kulit wajah, seperti melindungi dari sinar matahari, mencerahkan kulit dan mencegah timbulnya jerawat. Indika pun dengan senang hati mencoba menggunakan lulur wajah khas Myanmar 'thanaka' ini saat menumpang sholat di salah satu rumah warga.
Thanaka sendiri dibuat dengan cara dihaluskan menggunakan muntu (cobek) yang dicampur air, setelah halus kemudian dilulurkan ke wajah dan tunggu beberapa saat hingga kering. Bagi warga lokal Myanmar melakukan aktivitas sehari hari dengan muka penuh thanaka sudah menjadi hal biasa dan kita dapat dengan mudah melihat orang berthanaka di setiap daerah yang disinggahi selama berada di Myanmar.
Baca juga: Melihat Anak Alay di Harajuku -Tokyo, Jepang
5. Melihat Patung Budha di Mahamuni Pagoda
| Mahamuni Pagoda |
Tidak lengkap rasanya jika kita berkunjung ke Myanmar tapi tidak menyempatkan diri ke Mahamuni Pagoda. Mahamuni pagoda setiap harinya selalu dipenuhi warga lokal Myanmar yang datang untuk beribadah. Pagoda yang terletak di barat daya Mandalay ini memiliki sebuah patung Budha setinggi 4 meter berlapis warna emas, diperkirakan patung Budha tersebut berusia lebih dari dua ratus tahun.
Ditempat ini kamu akan melihat banyak umat Budha Myanmar sedang hikmat berdoa. Di tengah pagoda ada juga pedagang yang menjual souvenir khas Mandalay yang dapat kamu jadikan sebagai oleh-oleh.
6. Bertamu ke Rumah Warga Lokal
Sore itu sebelum pergi ke jembatan U-Bein, saya putuskan mencari masjid untuk sholat Ashar, kami bilang ke pada tukang ojek agar dapat di antar ke masjid terdekat. Dan saya pun sholat Ashar di masjid, tapi tidak dengan Indika.
Di Myanmar sendiri, sholat di masjid bagi wanita tidak diperbolehkan, terpaksa Indika harus mencari rumah warga setempat yang dapat dijadikan tempat sholat. Bermula dari sinilah secara tidak sengaja kami dapat bertamu ke rumah warga lokal muslim Myanmar yang menjadi minoritas.
Meski ada perbedaan bahasa, bagi kami tidak menjadikan sebuah masalah untu saling cerita. Beruntungnya salah seorang tukang ojek bisa sedikit bahasa Inggris, dan menjadi penerjemah obrolan kami sore itu. Banyak hal yang diceritakan oleh bapak paruh baya yang saya lupa namanya.
| Warga Muslim Myanmar |
Mulai dari kuota haji penduduk muslim Myanmar yang jarang sekali terpakai oleh warganya, jadi jangan heran jika banyak penduduk Myanmar yang beragama Islam sudah pergi ke tanah suci untuk Haji berkali-kali. Bahkan pria berumur lebih dari 80 tahun ini sudah pergi haji sebanyak delapan kali, cerita beliau dengan antusia sambil menimpali jika anaknya bahkan sudah haji dua belas kali.
Mungkin buat kamu yang lelah menunggu bertahun-tahun kuota haji reguler di Indonesia bisa berangkat haji dari Myanmar sebagai alternatif, tertarik?
Baca juga: Pesona Afrika di Timur Jawa
7. Melihat Sunset di Jembatan Kayu Jati 'U-Bein'
Salah satu destinasi terkenal di Myanmar adalah jembatan kayu jati U-Bein yang terletak di Amarapura, ditempuh kurang dari tiga puluh menit dari pusat kota Mandalay menggunakan motor. Sebenarnya ada apa sih di jembatan ini, yang membuatnya terkenal dan menjadi salah satu destinasi wajib yang harus dikunjungi ketika singgah di Mandalay.
Jadi, U-Bein adalah jembatan kayu jati terpanjang di dunia, dengan panjang 1.1 km. Jembatan ini membentang diatas sebuah danau bernama danau Taungthaman dan dibangun menggunakan lebih dari seribu tiang sebagai pondasi jembatan, menjadikan jembatan ini salah satu tempat foto terbaik ketika berkunjung ke Mandalay.
Bagi kamu yang hobi fotografi ada baiknya datang pada pagi atau sore hari, karena jembatan ini akan memberikan hasil foto yang instagramable sekali, ditambah pencahayaan alami dari sinar matahari di waktu senja yang memberikan warna merah kekuningan. Tidak heran banyak turis datang ke tempat ini untuk mengambil gambar.
Hilir mudik beberapa biksu dengan menggunakan pakaian berwarna merah marun bisa juga kamu jadikan objek foto kamu jika berkunjung ke jembatan U-Bein - Amarapura, Mandalay.
Baca juga: Ke Luar Negeri Gak Pake Mahal, Baca Triknya Disini!

No comments:
Post a Comment